Arimbi Heroepoetri.,SH.LL.M
(Pegiat Hukum, HAM, Masyarakat Adat, Lingkungan dan Perempuan, Direktur PKPBerdikari dan Peneliti Senior debtWATCH Indonesia)
Bantuan Pangan untuk mereka yang terdampak Covid-19 sudah mulai diberikan sejak awal Maret. Gerakan ini mulanya diinisiasikan oleh warga untuk menolong sesama. Di Jakarta, sasaran utama adalah para pengemudi Ojek on line (Ojol) yang drastis kehilangan pendapatan hariannya karena banyak orang memilih berdiam di rumah. Kemudian para tukang sayur, pedagang keliling, maupun mereka yang tidak mampu lagi mencari makan karena sumber kehidupannya terputus. Bantuan warga semakin banyak dengan memberikan paket bahan pokok untuk hidup. Belakangan, ketika PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) diterapkan, maka pemerintah berkewajiban memberikan bantuan pangan bagi masyarakat yang tidak mampu (poorest of the poor), propinsi Jakarta misalnya sebagai wilayah yang pertama kali menerapkan PSBB memberikan bantuan pangan bagi 1.1 juta warganya yang tidak mampu, sementara sisanya 3.5 juta jiwa ditanggung oleh pemerintah pusat.
Menarik untuk menyimak komposisi bantuan pangan yang diberikan. Pemda DKI dalam paketnya menyertakan 5 kg beras, 2 kaleng ikan sarden, 2 bungkus kue kering, 2 bungkus sabun mandi, 2 masker, dan 1 botol sedang minyak goreng. Sementara paket Bantuan Pangan dari Pemerintah Pusat terdiri dari 10 kg beras, 20 bungkus mi instan, 1 liter susu cair, 2 kg minyak goreng, 1 bungkus teh celup, 1 botol kecil kecap, 1 botol kecil sambal, 3 sabun mandi, dan 5 kaleng ikan sarden. Jadi nampaknya paket favorit itu kombinasi berupa beras, gula, minyak goreng, masker dan sabun cuci. Kebanyakan masyarakat juga memberikan paket mie instan, karena dianggap praktis dan murah.
Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 110 triliun untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), di mana Rp. 25 tiliun akan dialokasikan untuk dukungan logistik bantuan pangan dan kebutuhan pokok. Sementara di pihak lain, produser pangan; petani, peternak dan nelayan, walaupun mereka masih dapat berproduksi dan melaut, namun mengalami kendala untuk menjual hasilnya karena tidak adanya pasar ataupun sulitnya mendapat transportasi. Petani sayur-mayur yang cepat membusuk dan petani buah-buahan banyak membuang hasil produknya, karena hilangnya pasar. Jangan ditanya para petani bunga, dalam kondisi sekarang tidak ada yang berminat membeli kebutuhan sekunder seperti bunga. Nelayan masih dapat melaut, namun hasil tangkapannya sepi pembeli, jikapun ada dihargai murah, demikian juga dengan para peternak, kebanyakan harga produk mereka turun sampai lebih dari setengahnya di pasaran.
Alangkah lebih baiknya jika isi paket bantuan lebih bervariasi dan mengutamakan keseimbangan gizi. Mie instan misalnya dapat diganti dengan kacang hijau, empon-empon, atau hasil lain yang memiliki nilai gizi tinggi dari petani langsung. Ikan sarden kaleng dapat diganti dengan produk nelayan seperti ikan asap ataupun ikan asin. Jika pemerintah lebih serius dan rajin, maka tiga hal secara paralel telah dilakukan. Pertama, memberikan bantuan pangan kepada mereka yang tidak memiliki akses pangan, kedua, menggerakkan kembali roda ekonomi masyarakat yang terdampak Covid-19. Jika 10 persen saja dari alokasi dana bantuan pangan yang sebesar Rp.25 triliun dialokasikan untuk belanja produk pangan dari rakyat, maka akan ada uang tunai sebesar Rp. 2.5 triliun beredar di masyarakat. Sungguh bukan angka yang kecil. Ketiga, dengan belanja produk pangan lokal, maka usaha menuju kedaulatan pangan akan terjaga.
Gerakan Petani Dunia (La Via Campasenna) mendefinisikan Kedaulatan Pangan sebagai konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Artinya, kedaulatan pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasiskan keluarga—yang berdasarkan pada prinsip solidaritas.
Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Dua prasyarat utama untuk menegakkan kedaulatan pangan, adalah Penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan; dan, Pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan.Bantuan pangan dalam masa pandemik covid-19 ini tidak boleh dilihat hanya sekedar charity, tetapi bagian dari tanggung jawab Negara untuk memenuhi kebutuhan warganya. Jika ada inisiatif warga yang juga memberikan bantuan pangan kepada warga lainnya, hal ini tidak boleh membuat pemerintah melepaskan kewajibannya kepada warga Negara. Sumber keuangan yang besar yang terakumulasi di tangan pemerintah haruslah digunakan secara maksimal dan efisien untuk sebesar-besarnya memenuhi kebutuhan warga (090520).