Jakarta – PT PLN (Persero) diminta pemerintah untuk memangkas anggaran investasi tahunan dari Rp 100 triliun menjadi maksimal Rp 75 triliun- Rp 80 triliun. Pasalnya, pemerintah khawatir dengan utang perusahaan listrik pelat merah itu menggunung.
Awalnya, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyinggung utang PLN sebesar Rp 649,2 triliun di 2020. Hal itu dia sampai dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirut PLN Zulkifli Zaini. Dia mempertanyakan bagaimana PLN mengelola utang tersebut.
“Bagaimana pengelolaan utang perusahaan, utang korporasi? saya mencatat utang korporasi PLN tahun 2020 yaitu mencapai sebesar Rp 649,2 triliun,” kata dia dalam RDP, Selasa (25/5/2021).
Mengenai utang PLN, Zulkifli mengatakan per akhir Desember, utang PLN sudah turun menjadi Rp 452,4 triliun. Kemudian utang kembali turun menjadi Rp 448,6 triliun per April 2021.
Dia memastikan debt to EBITDA, yakni ukuran utang dibandingkan dengan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) semakin membaik
“Kami terus berupaya untuk apabila cash flow memungkinkan itu menurunkan utang ini dari waktu ke waktu. Di waktu yang lalu debt per EBITDA kami itu di atas 5, malah pernah di atas 6. Per April itu sudah Alhamdulillah dengan segala kerendahan hati dia turun menjadi 4,38,” paparnya.
PLN juga akan terus berupaya membayar utang-utangnya yang bersuku bunga tinggi untuk dikonversi dengan utang baru yang bunganya lebih murah.
“Dan di tahun 2020 kami sudah menurunkan utang PLN sebesar Rp 30 triliun dengan utang yang lebih murah,” sebut Zulkifli.
Kemudian, Zulkifli menyinggung mengenai arahan pemerintah sebagai pemegang saham, yaitu PLN tidak diizinkan lagi investasi sebesar Rp 100 triliun. PLN hanya diizinkan investasi Rp 75 triliun sampai Rp 80 triliun.
“Itu karena pemegang saham mulai khawatir dengan angka daripada utang PLN yang terus naik,” jelas Zulkifli.
Meski investasi PLN dipangkas, pihaknya berkomitmen untuk merealisasikan apa yang sudah dicanangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dengan sebaik mungkin.
“Dengan transparansi, dengan GCG (tata kelola perusahaan yang baik), dengan efisiensi, Insyaallah itu akan lebih baik dari waktu ke waktu,” tambah Zulkifli.