debtWATCH Indonesia (dWI) didirikan tahun 1999 oleh enam orang aktivis yang terlibat dalam pemantauan dampak globalisasi dan utang luar negeri. Sebagai organisasi nirlaba tujuan yang ingin dicapai adalah untuk membangun pengawasan sosial masyarakat dalam pengelolaan dana publik, untuk melakukan pendidikan populer tentang globalisasi dan utang luar negeri, dan untuk membangun jaringan komunitas di tingkat nasional dan region Asia-Pasifik untuk isu globalisasi dan utang luar negeri.
Sejak awal berdirinya debtWATCH Indonesia telah melakukan pelatihan dan pendidikan untuk masyarakat, aktivis, dan kelompok perempuan. dWI membangun focal point dari masyarakat sampai aktivis untuk pelatihan Economic Literacy, menghasilkan Modul Pelatihan untuk Pelatih, beberapa publikasi dan film pendek tentang globalisasi dan dampaknya bagi penghidupan masyarakat.
Sekarang dWI diampu oleh lima orang, yaitu:
Aktif bekerja untuk isu lingkungan, masyarakat adat, konsumen, perempuan dan globalisasi. Ia pernah bekerja di WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) antara tahun 1988 – 2000. Koordinator dan pengajar pada mata kuliah Feminist Political Ecology di Kajian Wanita Universitas Indonesia (2001- 2011), Direktur debtWATCH Indonesia (2000 – 2008) dan Komisioner pada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selama dua periode (2007 – 2014), Arimbi juga terlibat dalam jaringan E-LAW (Environmental Law Alliance Worldwide) sebuah jaringan pengacara publik lingkungan internasional yang mendorong adanya penegakan hukum lingkungan dalam berbagai kasus lingkungan.
Aktif bekerja untuk isu lingkungan, masyarakat adat, konsumen, perempuan dan globalisasi. Ia pernah bekerja di WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) antara tahun 1988 – 2000. Koordinator dan pengajar pada mata kuliah Feminist Political Ecology di Kajian Wanita Universitas Indonesia (2001- 2011), Direktur debtWATCH Indonesia (2000 – 2008) dan Komisioner pada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) selama dua periode (2007 – 2014), Arimbi juga terlibat dalam jaringan E-LAW (Environmental Law Alliance Worldwide) sebuah jaringan pengacara publik lingkungan internasional yang mendorong adanya penegakan hukum lingkungan dalam berbagai kasus lingkungan.
Menjadi salah satu pendiri Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan terlibat dalam pendirian beberapa organisasi perempuan dan bantuan hukum di beberapa wilayah. Dengan latar belakang hukum lingkungan, ia menyelesaikan pendidikannya pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1988), dan Dalhousie Law School di Halifax – Kanada (1992). Beberapa buku yang pernah ia terbitkan antara lain: Conserving Biodiversity Through Traditional Knowledg e, Elaw Indonesia, Jakarta, 1994; Sistem AMDAL di Indonesia: sebuah Kritik , Walhi, Jakarta, 1994; A Critique to ADB’s policy on NGOs Collaboration, ARENA, Hongkong, 1995; Understanding Indonesian Environmental Law, Journal on environmental Law, Manila, 1995; NGOs Collaboration and ADB, Forum, Manila, 1995; Penghancuran secara Sistematis Masyarakat Adat oleh Kelompok Dominan, Walhi, Jakarta, 1997; Penjara ADB: Panduan Advokasi bagi Masyarakat , debtWATCH Indonesia, Jakarta, 2000.
Lulusan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini, mulai bergabung dengan debtWATCH Indonesia (dWI) sejak tahun 2006, ketika menjadi salah satu delegasi dari dWI dalam sidang tahunan Bank Dunia/IMF di Singapura dan ARM IFIs di Batam. Sejak itu, Diana bertanggung jawab atas substansi riset yang dilakukan oleh dWI. Sejak itu, Diana bertanggung jawab atas substansi riset yang dilakukan oleh dWI. Beberapa riset yang pernah dipimpinnya adalah riset tentang Climate Investment Fund di Indonesia (2013-2014), …
Lulusan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini, mulai bergabung dengan debtWATCH Indonesia (dWI) sejak tahun 2006, ketika menjadi salah satu delegasi dari dWI dalam sidang tahunan Bank Dunia/IMF di Singapura dan ARM IFIs di Batam. Sejak itu, Diana bertanggung jawab atas substansi riset yang dilakukan oleh dWI. Beberapa riset yang pernah dipimpinnya adalah riset tentang Climate Investment Fund di Indonesia (2013-2014), Safeguards Berbasis HAM (2013), tentang Integrated Water Resources Management/IWRM (2012), Tinjauan tentang Mekanisme Akuntabilitas ADB, Kebijakan Komunikasi Publik ADB, dan Kebijakan Safeguards ADB, serta riset tentang Dampak Pasar Gandum bagi Kelompok Marjinal (2011). Sempat menjadi International Committee (IC) di NGO Forum on ADB (2012 – 2015), di mana dWI adalah salah satu anggota dari Forum tersebut. NGO Forum on ADB adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang melakukan pemantauan kebijakan dan aktivitas Asian Development Bank sejak tahun 1992.
Terlibat advokasi untuk memantau proyek ADB di Indonesia, yaitu proyek ICWRMIP dan turut membantu warga melakukan gugatan warga yang terkena dampak proyek melalui mekanisme internal akuntabilitas ADB. Diana adalah salah satu Fasilitator dWI yang melakukan pelatihan mengenai MDBs di berbagai komunitas dan lembaga. Diana adalah Mediator dengan sertifikat dari Mahkamah Agung dalam pelatihan Mediasi dan Resolusi Konflik. Beberapa karya tulisnya antara lain: Ocean Deforestation: For Indonesia is not only Forest (2015), Review on Climate Investment Fund in Indonesia (2014), Integrated Water Resources Management (2013). Sekarang menjadi salah satu inisiator dalam gerakan #TanamSaja: Menanam itu Keren” sebuah gerakan menanam pangan untuk ketahanan pangan di tingkat keluarga dan komunitas.
Bergabung dengan debtWATCH Indonesia sejak tahun 2004 ketika mengikuti Sekolah Multilateral Development Banks (MDBs) yang digagas oleh debtWATCH Indonesia. Di mana sekolah ini memberikan pemahaman dasar dalam memahami globalisasi ekonomi. Pengetahuan tentang Neoliberalisme yang melahirkan beberapa tokoh pemikir ekonomi yang menggiring perubahan regulasi suatu negara, memasifkan dan menseragamkan produksi serta memprivatisasi milik negara menjadi milik korporasi.
Bergabung dengan debtWATCH Indonesia sejak tahun 2004 ketika mengikuti Sekolah Multilateral Development Banks (MDBs) yang digagas oleh debtWATCH Indonesia. Di mana sekolah ini memberikan pemahaman dasar dalam memahami globalisasi ekonomi. Pengetahuan tentang Neoliberalisme yang melahirkan beberapa tokoh pemikir ekonomi yang menggiring perubahan regulasi suatu negara, memasifkan dan menseragamkan produksi serta memprivatisasi milik negara menjadi milik korporasi. Perubahan ini menjadi lingkaran ekonomi dunia yang berdampak pada kerentanan hidup orang banyak karena hajat hidupnya dibuat bergantung pada penguasa pasar. Tahun 2006 melakukan pendidikan globalisasi ekonomi untuk 25 fasilitator Diskusi Kampung di Sulawesi Selatan. Lalu membantu Solidaritas Perempuan melakukan pemantauan aliran dana utang Asian Development Bank (ADB) dalam proyek-proyek yang berdampak pada kekerasan terhadap perempuan. Salah satu yang dipantau adalah Madrasah Education Development Project (MEDP).
Menyelesaikan pendidikan S2 di Kajian Wanita, Universitas Indonesia (2004), Pino demikian ia biasa disapa, pernah menjadi Koordinator Jaring Pemantau Bencana Makassar (2009 – 2011). Salah satu kerjanya mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan Peraturan Gubernur pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagaimana mandat UU Penanggulangan Bencana. Pada saat yang sama sempat menjadi Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (2006-2011), dengan membangun kekuatan 4.000 massa perempuan kritis di 14 Kabupaten/ Kota se provinsi Sulawesi Selatan. Juga melakukan advokasi di 18 isu kritis diantaranya perempuan adat, perempuan disabilitas, dan perempuan lesbian dan transgender. Sekarang ia bekerja sebagai asisten koordinator divisi Pemantauan di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan (Komnas Perempuan) dan bekerja di beberapa isu konflik lingkungan, perempuan adat, penyiksaan perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan, pemilu, dan kelompok rentan.
Aktif membantu debtWATCH Indonesia sejak tahun 2016, Deddy Ratih adalah juga anggota individu dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Kecintaan dan minat lelaki yang berasal dari Kalimantan Selatan ini mulai tumbuh sejak bangku SMA, dan diasah ketika memasuki organisasi Pecinta Alam MAPALA Gramineae ketika kuliah di Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Makurat.
Aktif membantu debtWATCH Indonesia sejak tahun 2016, Deddy Ratih adalah juga anggota individu dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Kecintaan dan minat lelaki yang berasal dari Kalimantan Selatan ini mulai tumbuh sejak bangku SMA, dan diasah ketika memasuki organisasi Pecinta Alam MAPALA Gramineae ketika kuliah di Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Makurat. Ia telah bekerja untuk isu lingkungan lebih dari 20 tahun dengan keahlian di area resolusi konflik dan mitigasi, pendampingan masyarakat dengan melakukan Rapid Social Assessment (RSA) serta analisa dengan kerangka pendekatan keberlanjutan penghidupan (sustainable livelihood approach / SLA). Deddy merupakan Mediator dengan sertifikat dari Mahkamah Agung untuk bidang Mediasi dan Resolusi Konflik.
Sarjana Hukum lulusan Universitas Indonesia dengan jurusan Hukum, Masyarakat dan Pembangunan ini, bergabung dengan debtWATCH Indonesia sejak tahun 2018, ketika melakukan riset bersama dWI untuk isu Sawit dan kebijakan Eropa. Pengalamannya bekerja dengan HuMA dan BRG (Badan Restorasi Gambut) mengasah keahliannya di bidang kampanye dan advokasi kebijakan isu perubahan iklim, hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal atas hutan dan tata kelola lahan.
Sarjana Hukum lulusan Universitas Indonesia dengan jurusan Hukum, Masyarakat dan Pembangunan ini, bergabung dengan debtWATCH Indonesia sejak tahun 2018, ketika melakukan riset bersama dWI untuk isu Sawit dan kebijakan Eropa. Pengalamannya bekerja dengan HuMA dan BRG (Badan Restorasi Gambut) mengasah keahliannya di bidang kampanye dan advokasi kebijakan isu perubahan iklim, hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal atas hutan dan tata kelola lahan. Sekarang ia bekerja pada 350.org sebuah organisasi global yang membangun kampanye akar rumput untuk keadilan iklim.